Rabu, 04 November 2009

Cara mengetaskan telur kura-kura Brazil..?

Untuk menetaskan telur kura-kura, perlu dipastikan dulu kondisi telur fertil atau tidak, setelah itu dibuatkan inkubasi sbb :

Pada umumnya, Telur reptil membutuhkan suhu diantara 82-85 F (27.8 - 29.4 C). Suhu sekitar ini pada umumnya akan membuat telur kura-kura menetas kurang lebih sekitar 85 hari . Semakin dingin suhunya semakin lama telur-telur tersebut akan menetas. Suhu merupakan bagian terpenting dalam menentukan kapan telur-teluer tersebut akan menetas. Untuk kura-kura, paling cepat telur-telur akan menetas setelah 65 hari atau paling lama 110 hari.
Suhu diatas 87 F (30.6 C) seringkali termasuk terlalu tinggi untuk sebagian besar reptil dan tingkat kematian tinggi. Suhu dibawah 75 F (23.9) juga dianggap terlalu dingin.
Kunci utama dalam proses inkubasi adalah menjaga kelembaban (humidity) dan suhu. Untuk kelembaban yang kita butuhkan adalah air. Yang kalian butuhkan adalah sebagai berikut:
1. Aquarium 10 gallon (37.9 Liter) atau media lainnya yang bisa menampung air. Aquarium lebih baik karena transparan.
2. Critter cage. Ini adalah aquarium plastik yang sering dijual di toko ikan hias. Aquarium ini memiliki tutup plastik pada bagian atas. Anda juga bisa menggunakan alternatif lain untuk yang satu ini.
3. 2 thermometer aquarium dan 1 pengukur humidity.
4. 1 heater air yang dilengkapi dengan pengontrol temperatur.
5. Substrate pilihan Anda (pasir, peat moss, vermiculite, tanah tanaman, aspen bedding, dsb).

Langkah-langkah yang Anda lakukan:
1. Tuangkan air hangat kedalam aquarium hingga mencapai ketinggian 3 inci. Tempatkan heater ke dasar aquarium. Atur suhu heater ke suhu paling rendah. Tempatkan satu thermometer ke dalam air supaya Anda bisa mengetahui suhu air. Biarkan suhu air menjadi stabil setelah satu atau dua jam. Atur suhu heater sampai mencapai suhu stabil diantara 80-84 F (26.7 - 28.9 C)

2. Isi critter cage Anda dengan subtrate pilihan Anda hinggai mencapai sekitar setengah tinggi. Substratenya seharusnya basah atau lembab tetapi tidak terlalu basah. Bila menggunakan aspen atau peat moss, Anda bisa menempatkan bedding kedalam mangkok selama 15-20 menit supaya air bisa menyerap masuk. Kemudian Anda bisa mengeluarkannya dan meremasnya supaya kelebihan air bisa keluar sebelum memasukkannya kedalam critter cage.

3. Tempatkan thermometer satunya lagi setengah masuk kedalam substrate. Ini akan membantu Anda melihat suhu yang dirasakan oleh telur-telur ketika mereka berada diatas substrate. Kemudian bentuklah sebuah masukan di subtrate untuk menempatkan telur-telur supaya mereka tidak bergerak atau geser. Jangan menutup telurnya dengan subtrate atau apapun supaya Anda bisa melihat apakan telurnya membusuk atau tidak. Hal penting yang perlu Anda perhatikan adalah posisi telur. Telur yang diangkut dari dalam tanah seharusnya diberi tanda dengan pensil dibagian posisi atas. Kemudian pastikan telur tersebut selalu berada pada posisi yang sama selama di inkubator. Telur yang merasa terganggu karena diputarbalikkan akan menyebabkan matinya embryo.

4. Tempatkan pengukur humidity pada bagian atas aquarium.

5. Ketika Anda sudah memperoleh suhu yang stabil yang diinginkan pada aquarium, tempatkan critter cage kedalamnnya. Apabila mengapung, gunakan batu untuk menenggelamkannya.

6. Gunakan penutup berjaring untuk menutupi bagian atas aquarium. Untuk menghindari keluarnya kelembaban, tutuplah jaring-jaring tersebut dengan busa filter.

7. Sangat penting sekali bagi Anda untuk membaca suhu pada kedua thermometer satu atau dua kali sehari dan atur suhu heater supaya suhu tetap berada pada jangkauan yang diinginkan. Anda juga harus memastikan substratenya tetap basah. Apabila mengering, Anda harus membasahinya lagi dan usahakan tidak mengangkat atau menganggu telur-telurnya.

8. Keluarkan semua telur rusak secepat mungkin. Telur-telur yang peot sedikit adalah normal untuk telur-telur yang baru dikeluarkan yang belum melebar. Tetapi peot juga bisa memberikan indikasi bahwa kelembaban pada inkubator Anda terlalu rendah. Sedikit jamur pada telur-telur bisa dianggap normal dan tidak selalu merusak. Telur yang sudah benar-benar rusak akan peot sekali, berwarna hitam, mengecil, dan berbau busuk.

9. Catatlah semua informasi mengenai inkubasi telur-telur Anda setiap hari seperti suhu, kondisi telur, pengaturan yang dilakukan, dsb. Informasi ini akan membantu Anda di masa yang akan datang.

Musim kawin kura-kura...?

Perkawinan: Musim kawin spesies ini berhubungan dengan musim monsoon yang di India Utara yang mulai dari akhir Juni sampai September. Tidak seperti kura-kura lainnya, Star Tortoise jantan jarang atau tidak pernah berkelahi dengan jantan lainnya, mereka tidak memperlihatakn butting, gigit, raming behaviour kepada betina. Perkawinan cukup sunyi dibanding kura-kura lain, meskipun yang jantan benar-benar bersuara grunting saat ini. Dalam 60-90 hari setelah kawin, betina biasanya siap bertelur bagian kelompok/clutches pertama .

Pengeraman Telur
Seperti kura-kura betina lainnya, Star tortoise yang siap bertelur menjadi restless dan agresif terhadap companionnya. Star tortoise sangat memilih-milih pada waktu mencari tempat yang sesuai untuk bertelur - tidak terlalu lembab atau tidak terlalu kering, tanah harus bisa digali dan harus memperlihatkan karakteristik menandakan tidak menampung air, terlalu panas atau terlalu kering di iklim India. Setelah dia menemukan tempat yang cocok, dia akan menggali sarang berbentuk flask dengan kedalaman kurang lebih 15 cm dengan kaki belakangnya. Jika tanahnya terlalu keras dan kering dia akan membasahi daerahnya dengan mengosongkan kandung kemihnya. Lalu ia akan meneruskan berterlur 1-6 telur di sarang yang digali, lalu mengubur dengan kaki belakangnya dan meratakan dengan plastornnya. Anda beberapa laporan, betina bersarang di leave mounds dalam captivity, tetapi bisa kemungkinan prilaku ini hanya terpaksa karena tidak ada tempat untuk sarang yang sesuai.

Penetasan
Ukuran telur Star Tortoise kurang lebih 35x45 mm, kulit keras dan berat 25-45 gram. Kulit telur nya berbeda dengan telur Testudo, yang mana lebih tipis dan mudah pecah. Jika dilihat dalam pembesaran, struktur telur ditandai porus. Pada waktu telur baru pertama keluar bening tetapi setelah 2-3 minggu pertama mereka akan memutih, dan mulai berwarna kapur waistband. Waktu inkubasi sangat bervariasi. Waktu tercepat yang dilaporkan dari oviposisi sampai penetasan hanya membutuhkan waktu 47 hari dan yang terlama adalah 223 hari. Kebanyakan telur dalam captivity menetas pada jangka waktu 90-120 hari saat diinkubasi antara 29-31 derajat celcius. Anakan kura-kura yang baru menetas berukuran 35-45mm SCL dan corak bintang tidak sama seperti yang dewasa . Kadang-kadang benar-benar kuning atau hitam dengan corak kupu-kupu kuning pada setiap scute. Pembedaan jenis kelamin pada G. elegans kelihatannya tergantung pada suhu inkubasi. Perbatasan suhu adalah 30.5 derajat Celcius. Inkubasi suhu dibawah ini (28-30 derajat Celcius) akan menghasilkan banyak jantan, sementara suhu yang lebih tinggi (31-33 C) akan menghasilkan banyak betina.

Anakan biasanya tumbuh secara cepat pada bulan bulan pertama setelah itu turun menjadi pertumbuhan lambat. Dewasa di alam dapat di attain pada 6-8 tahun pada jantan dan 8-12 tahun pada betina.Dalam captivity, dewasa dapat direach lebih awal tetapi the cost pertumbuhan tidak natural/alami, dan antara pertumbuhan hewan yang cepat m
dan masalah reproduktif pada betina. Saya yakin ada kompromi emas, dimana pertumbuhan cukup cepat dan tidak ada resiko kesehatan yang terlibat, tetapi sukar dimengerti kenapa pertumbuhan yang cepat menjadi cukup penting untuk menentukan eksperimen pada kura-kura ini - Lebih baik eksperimen ditujukan ke replikasi pattern pertumbuhan alami.

Telur dan bayi Kura-kura langka Belawa

Jumlah kura-kura di obyek wisata Cikuya, Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, terus berkurang dari tahun ke tahun. Padahal, kura-kura Belawa (Tryonix cartilegineus) merupakan satwa langka yang dilindungi sekaligus daya tarik utama di tempat ini. Yayat, pengurus obyek wisata Cikuya mengungkapkan, jumlah kura-kura yang tinggal di kolam Cikuya hanya tujuh ekor. Jumlah ini sangat jauh dibandingkan dengan tahun 1980-an. Menurut Yayat, jumlah kura- kura mulai terasa berkurang drastis sejak tahun 1990-an, tetapi ia tidak menyebut penyebab pastinya. Ia menduga kondisi air yang tidak sebagus dulu menjadi salah satu faktor pemicu tidak berkembangnya kura-kura Belawa.

Penambangan Emas Ancam Populasi Penyu di Banyuwangi

Banyuwangi - Populasi penyu di pantai Sukamade, Banyuwangi, Jawa Timur, kelestariannya terancam oleh penambangan emas di gunung Tumpang Pitu yang dilakukan PT Indo Multi Niaga (PT IMN). Serta populasi penyu terancam berkurang karena telur penyu banyak dicuri dan daging penyu diburu oleh warga.
Kepala Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Hery Subagiadi, Jumat (30/1), kepada Antara, mengatakan, penambangan emas dan mineral di gunung Tumpang Pitu menjadi ancaman kelestarian populasi penyu di pantai Sukamade. Hery berharap pemberian ijin eksploitasi tambang emas perlu ditinjau kembali demi kelestarian populasi penyu di Indonesia.
Data penyu yang naik di pantai Sukamade menyebutkan, pada tahun 2006 sebanyak 1007 ekor. Jumlah penyu yang naik pada tahun 2007 adalah 851 ekor. Sejumlah 1686 ekor penyu pada tahun 2008 naik ke pantai Sukamade. Hery menambahkan, sebagian besar penyu yang naik ke pantai Sukamade jenis penyu hijau dan penyu slengkrah.
Sementara itu humas PT IMN, M. Rusli, mengatakan, aktivitas yang dilakukan PT IMN saat ini eksplorasi. “Hingga saat ini tidak ada pembuangan limbah baik di buang ke darat maupun ke laut,” katanya menegaskan.
Kordinator Aliansi Mahasiswa Masyarakat Peduli Lingkungan (AMMPEL) mengatakan, tambang emas di gunung Tumpang Pitu selain mengancam populasi penyu, juga mengancam kehidupan petani dan nelayan. Pasalnya, kawasan gunung Tumpang Pitu termasuk kawasan resapan air.
Tambang emas membutuhkan pasokan air melimpah dan pohon banyak yang ditebang untuk penambangan emas. Padahal banyak warga di sekitar tambang menjadi petani yang berharap sawahnya tidak kekurangan air. Limbah “tailing” berpotensi merusak ekosistem di laut. Nelayan di pantai Muncar, Grajagan, dan Pancer terancam ikan yang ditangkap berkurang.(Ant.)

Populasi Penyu Di Indonesia Menurun 30 Persen

Jember ( Berita ) : Populasi penyu di Indonesia menurun 20 hingga 30 persen setiap tahunnya, kata peneliti penyu, Prof. IB Windia Adnyana dari Universitas Udayana (Unud) Bali.
Ia mengemukakan itu, di sela acara “workshop” “Konservasi dan Pengelolaan Penyu” yang digelar Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Alam (PHKA) Departemen Kehutanan RI di Jember, Jatim, Jumat [23/01].
Menurut dia, tahun 1980-1990 tercatat jumlah penurunan populasi penyu mencapai 80 persen, sedangkan tahun 1990-2008 tercatat penurunan populasi sebanyak 20-30 persen saja “Saat ini, jumlah populasi penyu hijau (Chelonia Mydas) mencapai 35 ribu ekor di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah penyu sisik (Eretmochelys imbricata) separuh dari jumlah populasi penyu hijau,” kata Windia mwengungkapkan.
Ia menjelaskan, potensi ancaman kelestarian penyu disebabkan beberapa faktor, antara lain pencurian telur penyu, perburuan penyu dan pengambilan sumber daya alam laut yang menjadi makanan penyu. “Ancaman penurunan populasi penyu di Indonesia juga disebabkan faktor alam dan predator, namun faktor tersebut kecil dibandingkan faktor yang perilaku manusia yang merusak ekosistem penyu,” katanya menerangkan.
Ia menuturkan, beberapa program penyelamatan penyu sudah dilakukan oleh beberapa lembaga konservasi, di antaranya dengan menjaga ekosistem pantai tempat pendaratan penyu dan menekan angka pencurian penyu.
Sementara itu, Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut DKP, Agus Dermawan, mengemukakan, survei yang dilakukan pada tahun 1984, tercatat tempat pendaratan penyu untuk bertelur (nesting site) di seluruh Indonesia sebanyak 143 lokasi. “Tahun ini masih belum ada survei, apakah 143 lokasi ‘nesting sitenya’ masih tetap atau jumlahnya justru berkurang,” katanya menerangkan.
Menurut dia, semua pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat sekitar pantai juga berperan aktif untuk menjaga ekosistem laut, sehingga populasi penyu tidak punah.
“Pemberdayaan masyarakat pesisir pantai juga diperlukan, agar tidak lagi mengambil telur penyu, sehingga populasi penyu semakin bertambah,” katanya menambahkan.
Data di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), jumlah penyu yang naik ke daratan pantai Sukamade, Kabupaten Banyuwangi, tercatat tahun 2007 sebanyak 1.007 ekor penyu dan tahun 2008 sebanyak 1.686 ekor. ( ant )

Selasa, 03 November 2009

Selamatkan Populasi Penyu Sumatera Barat !

Setelah bulan lalu ramai diberitakan tentang kondisi penyu di Kalbar yang teracam, di Sumatra Barat (Sumbar) populasi penyu juga makin terancam. Aktivitas perdagangan telur penyu di Kota Padang dalam beberapa waktu terakhir semakin marak.
“Dari data kami beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kenaikan perdagangan telur penyu dari 28 butir per hari pada 2004, menjadi 77 butir per hari,” kata Ketua Pusat Data dan Informasi Penyu Sumbar, Harfiandri Damanhuri, di Padang, Selasa (8/9).
Kegiatan sosialisasi dan kampanye perlu diadakan oleh pihak terkait, baik Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Provinsi Sumbar, maupun dinas terkait lainnya, kepada para pedagang telur penyu, terutama yang berada di kawasan pantai Padang.
Sumbar merupakan satu dari 15 provinsi di Indonesia yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi penyu. Penyu termasuk salah satu hewan terancam punah, yang dilindungi dari perdagangan sesuai Konvensi Perdagangan Internasional Satwa dan Flora Liar (CITES).
Konvensi itu telah diratifikasi Indonesia pada 1978 dan memasukkan penyu dalam Apendix I, yaitu kategori harus dilindungi dan tidak bisa diperdagangkan. Menurut Harfiandri, harus ada upaya untuk memutus mata rantai perdagangan telur penyu di Sumbar.
Ini, dapat dilakukan dengan membuat peraturan yang melarang penjualan telur penyu, membatasi jumlah telur yang diperdagangkan, dan mencarikan alternatif usaha masyarakat, yang selama ini bergerak di bidang perdagangan telur penyu. “Tindakan ini harus dilakukan DKP,” kata Harfiandri.
Di Sumbar terdapat sebanyak 31 pulau kecil sebagai tempat pendaratan penyu. Pulau-pulau itu di antaranya, Kerabak Gadang, dan Pulau Gosong di Pesisir Selatan, Pulau Pieh di Pariaman, dan Pulau telur di Pasaman.
Sementara Pemprov Sumbar melalui DKP telah menetapkan dua pulau kecil sebagai konservasi penyu yakni Pulau Garabak Ketek dan Pulau Penyu di Pesisir Selatan.
Di pulau-pulau itu, penangkaran penyu dilakukan. Hanya saja, aktivitas perdagangan juga terus meningkat. “Kalau terus dibiarkan, populasi penyu di Sumbar bisa punah,” katanya.
Di Sumbar terdapat tiga jenis penyu, yakni penyu hijau (Chelonia mydas), belimbing, dan sisik.
Sumber : Kompas, September 2009

Kura-kura : Siapa Jantan, mana Betina

Tubuh Kura-kura dilindungi oleh sejenis pelat tulang yang membentuk cangkang serupa Batok yang menempel di ‘Punggung’nya (bony shell), ada dua pelindung bagi tubuh kura-kura. dibagian atas, berupa Karapas dan bagian bawah tubuhnya di sebut Plastron. Kemudian setiap bagiannya ini terdiri dari dua lapis. Lapis luar umumnya berupa sisik-sisik besar dan keras, dan tersusun seperti genting; sementara lapis bagian dalam berupa lempeng-lempeng tulang yang tersusun rapat seperti tempurung.

Kura-kura bukan hanya pembiak yang antusias, tetapi juga memiliki karakteristik seksual eksternal yang sering menyulitkan mahluk lain selain kura-kura untuk menentukan yang mana jantan dan yang mana betina.

Pada Beberapa Spesies, jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran ekor, biasanya ekor pada kura-kura jantan lebih panjang, tapi Ukuran Betina lebih besar bila dibandingkan dengan jantannya. Kura-kura Jantan dapat dikenali juga dengan adanya lekukan pada plastronnya atau cangkang bagian bawah. lekukan ini akan pas dengan bagian belakang kura-kura betina, kura-kura betina memiliki plastron yang datar atau cembung. Untuk membuahi telur betina, kura-kura jantang menyembunyikan organ seksualnya di dalam kloaka atau saluran pembuangan. Saat membuahi betina posisi jantan itu sendiri berada diatas betina dan sering kali mencengkram cangkang atas atau karapas betina dengan dengan cakarnya, kemudian mengaitkan ekornya hingga lubang kloaka jantan bertemu dengan kloaka betina. Seringkali lusinan telur berkembang secara internal dan biasanya diletakkan dan dikubur dalam tanah berpasir.

Fertilisasi terkadang didahului oleh ritual percumbuan yang rumit, dimulai dengan demonstrasi tarian selama berjam-jam lalu diikuti kopulasi yang hanya berlangsung beberapa menit. Kura-kura betina dapat menyimpan sperma jantan untuk membuahi telurnya, kadang-kadang telur dibuahi setelah bertahun-tahun kemudian.